PROFESIONALISME MUHAMMAD
Disarikan dari artikel AA Gym, Gede Prama, Rhenald Kasali, Roy Sembel, dan berbagai media
Dasar Profesionalisme Nabi Muhammad SAW: Berbisnis untuk Menjaga Kehormatan
Pada waktu Rasulullah masih kecil, beliau sudah mempunyai sebuah proyek untuk menjaga kehormatan harga dirinya agar tidak menjadi beban bagi kehidupan ekonomi pamannya, Abu Thalib, yang memang tidak tergolong kaya. Beliau mendapat upah dari menggembalakan beberapa ekor kambing miliki orang lain, yang secara otomatis mengurangi biaya hidup yang harus ditanggung oleh pamannya ini.
Salah satu sabda Rasulullah saw yang menganjurkan kerja keras untuk menjaga kehormatan adalah sbb: "Tidak seorangpun yang makanannya lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari hasil kerja tangannya sendiri" (HR. Bukhari).
Bahkan bagi beliau, bekerja keras bagaikan pejuang di jalan Allah, sebagaimana sabda beliau seperti diriwayatkan oleh 'Ali bin Abi Thalib ketika seorang lelaki menanyakan tentang usaha yang lebih baik: "Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap transaksi jual beli yang dibenarkn. Allah sesungguhnya menyukai orang beriman yang professional, dan orang yang menderita karena membiayai keluarganya tak ubahnya seperti pejuang di jalan Allah 'azza wa jalla".
Rasulullah mempunyai visi bisnis sbb: membangun kehormatan dan kemuliaan dengan etika bisnis yang tinggi menuju kesuksesan dan kesejahteraan bagi umatnya. Inilah yang menyebabkan kepribadian junjungan kita, Rasullah SAW begitu monumenatal, baik dalam mencari nafkah maupun dalam menafkahkan karunia rizki yang diperolehnya.
Misi bisnis beliau: menjaga nilai-nilai harga diri, kehormatan, dan kemulian dalam proses interaksi bisnis. Bisnis tidak hanya sebatas perputaran uang dan barang, tapi ada yang lebih tinggi dari semua itu, yaitu menjaga kehormatan diri, sehingga setiap keuntungan apapun dari setiap transaksi akan meningkatkan kemuliaan diri (semakin dihormati dan semakin disegani) dan menjadi aset tak ternilai harganya yang mendatangkan kepercayaan dari para pemilik modal.
Misi dan visi yang berlandaskan akhlak dan kebiasaan yang baik adalah modal dasar bagi tercapainya kehormatan dan kesejahteraan.
Roy Sembel mengatakan:
".kunci sukses .tidak berbeda dengan kunci sukses para tokoh dunia.Nabi Muhammad.,Yesus Kristus, dan.sang Budha Sidharta Gautama .mempunyai kesamaan,.yaitu memiliki 3 Si : Visi/Misi, Edukasi, dan Aksi.
.Alur berfikir seperti itu sejalan dengan gagasan dibalik kerangka fikir menuju kesuksesan : W.I.S.D.O.M.W merupakan singkatan dari Watak. Sebelum kita memulai perjalanan ke arah tujuan hidup, kita perlu mengetahui .kelemahan dan kekuatan. Perbaiki kelemahannya, manfaatkan kekuatannya."
Rhenald Kasali mengatakan:
".Dalam kamus, Webster mendefinisikan guru sebagai "a personal religious teacher and spiritual guide in Hinduism". Selain itu, Webster juga mendefinisikan guru sebagai seorang panutan intelektual dalam hal-hal yang sifatnya sangat mendasar atau seseorang yang diterima sebagai pemimpin suatu gerakan atau suatu gagasan tertentu. Tentu saja tidak banyak orang dan pemimpin yang mendapat julukan guru dan tidak banyak di antara kita yang mampu mencapai puncak kredibilitas ini. Singkatnya, dibutuhkan ketulusan, kejujuran, kebersihan, kepemimpinan dan ilmu yang tinggi untuk menjadi guru. Guru itu jadi karena perbuatan dan ilmunya, bukan sebuah proses rekayasa pemasaran, iklan dan promosi. Orang-orang yang sering melambung-lambungkan self-nya tidak akan mampu mendongkrak seseorang menjadi panutan spiritual.
Komersialisasi bisa menghambat Dalam model yang saya jabarkan, jelas tampak seseorang tidak bisa nyelonong begitu saja menjadi pemimpin spiritual. Seseorang memerlukan langkah panjang mulai dari uncredible source, menjadi credible dan attractive source, branded source dan inspiritual source (panutan inspiratif) sebelum menjadi spiritual source (panutan spiritual). Wajarlah jika biasanya seseorang mendapat julukan pemimpin spritual setelah berusia di atas 50 tahun. Pada usia 40-an ia umumnya baru mencapai kategori sebagai panutan atraktif atau panutan inspiratif (lihat KONTAN, 3 Agustus 1998). Tapi, sejarah mencatat langkah-langkah para pemimpin spiritual sudah sangat jelas sejak pemimpin itu berusia muda. Sebut saja Gandi, yang sikap panutannya sudah mulai terbentuk sejak ia berada di Afrika Selatan. Para panutan spiritual adalah guru yang dipersepsikan punya aliran sendiri yang dipatuhi para pengikutnya. Pada puncak segitiga ini daya persuasi yang dimiliki demikian tinggi sehingga kata-katanya adalah energi bagi orang lain. Titah mereka bukanlah didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan material, tapi lebih karena dorongan-dorongan spiritual, passion dan aktualisasi diri. Dalam sejarah, tercatat nama-nama seperti Stephen Covey dan Peter Drucker yang membangun institusi profesional dengan imbalan material luar biasa. Mereka melakukannya bukan demi uang. Bagi mereka uang hanyalah akibat, bukan tujuan.
Dalam bukunya yang berjudul Creativity in Context, psikolog T.M Amabile menuturkan hasil penelitiannya. Ia membagi dua kelompok subyek (responden) dalam ekseperimennya yang ditugaskan membuat haiku, suatu jenis puisi di Jepang. Setelah dievaluasi ternyata kedua kelompok itu menghasilkan kualitas haiku yang berbeda. Ternyata motivasi orang-orangnya memang tidak sama. Kelompok pertama menulis karena extrinsic reasons. Mereka mengatakan senang dengan pekerjaan itu karena "akan memperoleh pengakuan publik dan bayaran dari puisi yang dihasilkan". Kelompok ini menulis karena honorarium, imbal jasa, dan reward lainnya. Sedangkan kelompok kedua menganut intrinsic reason, yaitu "Saya menulis karena cinta, karena suka bermain dengan perasaan dan kata-kata".
Amabile, yang mengundang ahli haiku menemukan kualitas penulisan kelompok kedua ternyata jauh melebihi yang pertama. Kesimpulannya? Jangan mengejar uang untuk membangun diri, tapi bangunlah dengan kecintaan dan biarkan uang yang mengejar Saudara karena kualitas yang bicara. Toh Amabile mencatat ada banyak orang yang mengalami overjustification effect, yaitu pergeseran psikologis dari motivator internal ke eksternal, dari "I am doing this task because I enjoy doing it" menjadi "I am doing this task because I am rewarded for it".
Pembaca, pergeseran seperti ini cukup banyak dialami para panutan bermerek yang punya potensi menjadi panutan spiritual. Tapi sekali lupa diri, mereka akan stuck dan tak akan pernah menjadi panutan spiritual. Komersialisasi adakalanya diperlukan untuk membangun institusi, tapi bila berlebihan justru bisa menghambat dan mengurangi daya bujuk, kharisma dan energi seorang tokoh panutan."
Kemauan untuk Belajar dan Keberanian untuk Berubah
Pada usia 12 tahun, sebuah usia yang relatif muda, beliau melakukan perjalanan dagang ke Syiria bersama Abu Thalib. Beliau tumbuh dewasa di bawah asuhan pamannya ini dan belajar mengenai bisnis perdagangan darinya. Bahkan ketika menjelang dewasa dan menyadari bahwa pamannya bukanlah orang berada serta memiliki keluarga besar yang harus diberi nafkah, Rasulullah mulai berdagang sendiri di kota Mekkah.
Bisnisnya diawalai dengan sebuah perdagangan taraf kecil dan pribadi, yaitu dengan membeli barang dari satu pasar dan menjualnya kepada orang lain. Aktivitas bisnis lainnya dengan sejumlah orang di kota Mekkah pun dilakukan. Dengan demikian ternyata Rasulullah telah melakukan aktivitas bisnis jauh sebelum beliau bermitra dengan Khadijah. Dan inilah yang membuahkan pengalaman yang tak ternilai harganya dalam mengembangkan jiwa kewirausahaan pada diri Rasulullah.
Dengan kata lain, modal terbesar dari seorang yang menjadi pengusaha sukses, pemimpin sukses, atau ilmuwan sukses dalam disiplin ilmu apapun, ternyata jiwa entrepreneur ini harus dikembangkan sejak awal. Pembangunan harga diri, pembangunan etos kerja, pembangunan karir kehormatan sebagai seorang jujur yang terbukti teruji dan sangat amanah terhadap janji-janji, jikalau hal ini ditanamkan, dilatih sejak awal maka akan membuahkan kepribadian yang sangat bermutu tinggi dan ini menjadi bekal kesuksesan bekerja dimanapun atau kesuksesan mengemban amanah jenis apapun.
Gede Prama mengatakan:
"Sebuah ungkapan arif pernah bertutur : 'we can never step into the same river twice'. Ini bisa terjadi, karena setiap detik air sungai itu berganti. Sama dan sebangun dengan sungai, sejarah dan kecenderungan juga demikian.
Mirip dengan pengandaian sungai di atas, kecenderungan memang berganti wajah setiap saat. Ia tidak menyisakan alternatif lain selaih harus berubah. Sayangnya, merubah mind set memiliki derajat kesulitan yang jauh lebih tinggi dibandingkan merubah teknologi dan variabel perubahan lainnya. Baik karena faktor keberhasilan, kenyamanan, pendidikan, pengalaman atau sebab lainnya.
Dalam bingkai hidup seperti ini, tentu saja hanya sebuah gerakan bunuh diri kalau ada pelaku organisasi yang hidup nyaman dalam comfortable zone of mind."
Hal ini sesuai dengan pandangan para CEO saat ini (Swa, Januari 2002) :
. Di Amerika Serikat, perusahaan disebut berhasil melakukan perubahan, jika terbukti mampu membalikkan keadaan dalam jangka waktu panjang. Misalnya, selama tiga tahun berturut-turut meningkat penjualannya, dan labanya di atas rata-rata pasar.
.Tidak seekstrem Gede yang mematok usia di bawah 40 tahun sebagai masa berlakunya rumus: Berani (berubah) atau mati, Nugroho menilai usia bukanlah faktor penting perubahan. Banyak contoh eksekutif yang berusia tua mampu melakukan berbagai perubahan. Sebaliknya, banyak pula eksekutif muda yang ternyata tak mampu berubah, apalagi melakukan perubahan.
.Menurut Gede, dunia usaha kita mengenal dua cara melahirkan pemimpin: Lewat proses yang bersinambung, dan cara karbitan. Cara karbitan biasanya dilakukan perusahaan keluarga. Yang terbaik, tentunya, lewat proses yang bersinambung, dan semakin sempurna jika yang terpilih adalah orang-orang lapangan. Masih menurut Gede, jenis eksekutif yang dibutuhkan saat ini adalah mereka yang nothing to lose. Hanya dengan sikap ini, seorang eksekutif bisa berleher tegak menghadapi semua kendala. Sebaliknya, tanpa keberanian seperti ini, mereka tidak bisa melakukan perubahan dan menarik gerbong-gerbong organisasi. Di samping itu, sikap nothing to lose memungkinkan seseorang mendikte kecenderungan, bukan sebaliknya. Jika kemudian harus keluar dari perusahaan itu, ia keluar sebagai pemenang atas prinsip-prinsip yang diyakininya sendiri. Namun, keberanian tanpa perfect wisdom hanya menghasilkan kesombongan yang tidak perlu dan tidak produktif..."
Membangun Kepercayaan
Ciri yang sangat khas dari aktivitas bisnis yang dilakukan oleh Rasulullah waktu itu adalah beliau sangat terkenal karena kejujurannya dan sangat amanah dalam memegang janji. Sehingga tidak ada satupun orang yang berinteraksi dengan beliau kecuali mndapat kepuasan yang luar biasa. Dan ini merupakan sebuah nuansa dengan pesona tersendiri bagi warga Jazirah Arab. apalagi kemuliaan akhlaknya seakan menebarkan pesona indah kepribadiannyapun ketika beliau tidak memiliki uang untuk berbisnis sendiri, ternyata beliau banyak menerima modal dari orang-orang kaya Mekkah yang tidak sanggup menjalankan sendiri dana mereka, dan menyambut baik seseorang yang jujur untuk menjalankan bisnis dengan uang yang mereka miliki berdasarkan kerjasama. Tiada lain karena sejak kecil Rasulullah telah dikenal oleh penduduk Mekkah sangat rajin dan penuh percaya diri. Dikenal pula oleh kejujuran dan integritasnya dibidang apapun yang dilakukannya. Tak berlebihan bila penduduk Mekkah memanggilnya dengan sebutan Shiddiq (jujur) dan Amin (terpercaya).
Salah seorang pemiliki modal itu adalah Khadijah, yang kelak menjadi istri beliau, yang menawarkan suatu kemitraan berdasarkan sistem bagi hasil (profit sharing). Dan, subhanallaah, kecakapan Rasulullah dalam berbisnis telah mendatangkan keuntungan, dan tidak satupun jenis bisnis yang ditanganinya mendapat kerugian. Selama bermita dengan Khadijah inilah Rasulullah telah melakukan perjalanan dagang ke pusat bisnis di Habasyah (Ethiopia) dan Yaman. Beliau pun empat kali memimpin ekspedisi perdagangan untuk Khadijah ke Syria dan Jorash.
Menurut Gede Prama : ".mencari orang berbakat sekaligus cocok dengan kita lebih mirip dengan mencari berlian, dibandingkan dengan mencari sumber bau busuk. Mencari berlian memerlukan waktu, ketekunan, kesabaran dan tidak jarang malah membutuhkan pengorbanan. Namun mencari sumber bau busuk, ia relatif lebih mudah.untuk menunjukkan bahwa diri Anda berlian memerlukan waktu yang amat panjang, pengorbanan dan kesabaran. Lain halnya kalau mau menunjukkan kebusukan-kebusukan. Dalam waktu yang amat pendek, semua orang tahu akan kebusukan-kebusukan tadi. "
Penutup
Berbahagialah kita umat Islam yang mempunyai tokoh panutan dalam berbagai hal. Berbahagialah kita bangsa Indonesia yang dianugerahi kekayaan alam yang tak ternilai. Marilah kita tiru Nabi Muhammad SAW dalam berprofesi agar kita mampu mengelola bangsa dan negara ini menjadi bangsa yang beradap dan sejahtera sebagaimana Imam Ali yang mengatakan "...andaikan kemiskinan itu adalah manusia, ...akan aku penggal kepalanya...".
Mampukah kita ? Insya Allah.